Oleh : Taufik Rafael
Arus
perpindahan penduduk dari desa atau kota kecil menuju kota besar hingga
saat ini masih terus berlangsung. Tampaknya otonomi daerah masih belum
mampu menahan arus urbanisasi. Para pemimpin daerah yang notabene masih
belum menyelesaikan amanatnya kepada rakyat sesuai sumpah jabatan saat
pelantikan, kini ikut arus urbanisasi mengadu peruntungan di Pilkada
Nanggroe Aceh Darussalam. Inikah pertanda bahwa otonomi daerah sebuah
pepesan kosong belaka?
Semangat otonomi daerah seharusnya
memiliki jiwa “marsipature hutanabe”, artinya semangat untuk membenahi
kampung/daerah masing-masing mampu dihadirkan oleh pemimpin-pemimpin
daerah yang berkuasa. Bahwa otoritas yang telah bergeser dari kekuasaan
sentralistik yang berpusat di Jakarta menuju otoritas otonom
masing-masing selayaknya digunakan untuk kepentingan pemerataan
pembangunan yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Masih derasnya arus
urbanisasi hingga saat ini ke kota-kota besar memunculkan tanda tanya
besar, benarkah otonomi daerah telah berjalan dengan semestinya?
Tetapi
fenomena langka yang terjadi jelang pilkada NAD 2012 dengan hadirnya
calon-calon gubernur yang tidak menyelesaikan amanat yang telah
diberikan rakyat di daerahnya masing-masing , seolah memunculkan
penegasan bahwa otonomi daerah memang hanya pepesan kosong. Urbanisasi
ternyata tak hanya milik rakyat biasa, para pemimpin pun tak kuasa untuk
melakukan hal yang sama.
Para pemimpin tersebut telah
jelas-jelas lari dari tanggung-jawabnya untuk mengurusi rakyatnya.
Mengingkari janji-janji kampanye yang telah dikeluarkan bahwa mereka
akan melakukan tugas dengan baik selama masa jabatan yang akan
diberikan untuk mensejahterakan rakyatnya.
Menjadi
pemimpin rakyat jelas berbeda dengan pemimpin perusahaan, jabatan
karier di birokrasi dan militer, serta jabatan dipartai politik.
Pemimpin rakyat jelas mengemban amanah rakyat secara langsung dan harus
menuntaskan jabatannya tersebut dengan baik hingga akhir masa
jabatannya. Berbeda dengan pemimpin perusahaan, birokrasi, militer dan
partai yang sewaktu-waktu bisa dipindah-tugaskan kedaerah manapun sesuai
tugas yang diberikan.
Dengan demikian keberhasilan
seorang pemimpin di era otonomi daerah saat ini, salah satunya bisa
diukur dari sejauh mana tanggung-jawabnya untuk menyelesaikan masa
jabatan yang telah diserahkan kepadanya. Bila dikaitkan antara otonomi
daerah dan arus urbanisasi, tentu keberhasilan yang menjadi ukurannya
adalah bagaimana rakyat yang dipimpinnya bisa bertahan di daerahnya
masing-masing untuk ikut mensukseskan pembangunan yang ada.
Bila
hari ini pemimpin-pemimpin daerah saja lari dari tanggung-jawab
mengemban amanat rakyat yang sudah diberikan, esok lusa mereka pun akan
terus bersikap yang sama. Para pemimpin daerah yang ikut arus urbanisasi
akan menjadi contoh yang buruk bagi rakyat didaerah yang
ditinggalkannya. Karena menegaskan bahwa otonomi daerah hanyalah
bagi-bagi kekuasaan minus kue pembangunan didalamnya.
Akankah di pilkada NAD tahun 2012 ini rakyat akan memilih pemimpin-pemimpin yang lari dari amanat rakyatnya? semoga saja tidak!
Maka
untuk itu marilah kita pada hari ini Senin 09 April 2012 mari
jadikanlah sebagai momentum serta sejarah lahirnya pemimpin yang
mengembankan amanah rakyatnya serta bagi masyarkat Aceh khususnya mari
gunakan hak pilih anda sebaik-baiknyanya karena hak pilih anda mewakili
saudara-saudara anda yangg tidak memiliki kesempatan untuk memilih.
Oleh karena itu, satu suara saja akan menentukan nasib bangsa kita dalam
mewujudkan pilkada ini berjalan sukses, jujur dengan mengedepankan
prinsip demokratis karena pemimpin itu juga amanah kita, maka gunakanlah
hak pilih anda dengan mengedepankan prinsip moralitas yang tinggi dan
tanpa intimidasi... DAMAILAH ACEH LOEN SAYANG... amien ya rabb

Comments
Post a Comment